Kemenkes Hebat, Indonesia Sehat

Kemenkes Hebat, Indonesia Sehat

Pemulihan Skizofrenia Ala Saka Rosanta di Rumah Berdaya Bali

83

Denpasar, 24 April 2019

Saka Rosanta (37) menderita skizofrenia sejak kecil, pernah gantung diri 3 kali sewaktu SMA, juga minum racun, tapi gagal meninggal, tali putus dan belum takdir ajalnya datang. Sebelumnya pernah mengurung diri dalam kamar selama 1 tahun, kemudian datang kakaknya mengajak ketemu dr. Rai Wiguna, Sp.KJ untuk berobat, diberikan perawatan, akhirnya sembuh.

“Saya sewaktu kecil hidup bersama ibu tiri, setiap hari kena omelan, marah, bahkan pukulan, hingga trauma setiap hari. Trauma berkepanjangan ini yang menjadi salah satu penyebab skizofrenia pada diri saya”, begitu kata Saka, 24 April 2019 di Rumah Berdaya, Denpasar, Bali.

Kini, Saka sudah merasa sembuh dari skizofrenia, walau terkadang masih merasa rendah diri bila bertemu orang lain. Dia pernah tinggal di Amerika 9 tahun, bekerja di kapal pesiar dan berpendidikan S1 pariwisata.

“Setiap hari aktivitas saya di Rumah Berdaya, ngobrol dan bincang bersama komunitas. Ketika lagi enak saya menulis buku”, kata Saka.

Saka Rosanta, salah satu anggota Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia, di Bali yang berjumlah kurang lebih 60 orang anggota.

Suatu saat dalam kesendirian ada yang menyentak dalam hidup, ketika sang istri mengatakan, mau hidup sama dunianya sendiri atau kerja.

“Akhirnya, pertanyaan itu saya kisahkan, saya menulis, menulis dan menulis. Termasuk menulis kisah saya sendiri, kemudian saya sembuh”, jelasnya.

Saka, mulai menuliskan perasaannya sejak 2015, satu tahun 1 buku. Ia sudah menulis 5 buku sampai 2018. Kelima buah buku itu berkisah tentang pola asuh, trauma, proses penyembuhan, keindahan gunung Batur dan obsesif.

“Selain itu, untuk stabilisasi emosi, saya setiap bulan sekali mendapat obat melalui injeksi dari dokter”, akunya.

Menulis, baginya adalah upaya menyalurkan emosi, bahkan bisa menulis cepat. Satu hari bisa menulis 30 halam. Ia mengaku, dirinya tak bisa bekerja, karena tingkat emosinya tidak stabil. Suatu ketika emosi memuncak, bisa seperti pecah pembuluh darah di kepala. Ketika ditanya, apa solusinya ?

“Guna meredakan emosi, saya harus lari, sebab berlari bisa meredakan emosi. Bukan lari dari kenyataan, ya”, selorohnya.

Sekarang, Saka merasa ada kebanggaan dalam diri, bukan orang gila, buktinya ia punya karya. “Saya hanya butuh ruang ekspresi saja. Seperti Rumah Berdaya ini. Rumah yang memperlakukan diri saya seperti anak dan orang tua”, katanya.

Menurut lulusan S1 Pariwisata ini, memang, stigma negatif di tengah masyarakat masih ada, tapi biarkan saja, tetap berkarya, menulis, menulis dan berkarya secara mandiri untuk kesembuhan diri sendiri.

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.(pra)

Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat

drg. Widyawati, MKM

Previous Article
Hari Anak Nasional 2024, Masyarakat Harus Pahami Karakteristik TBC
Next Article
Kenali Lebih Dalam Resistansi AMR

MINISTRY OF HEALTH RELEASE


KALENDER KEGIATAN

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9
Jakarta Selatan 12950
Indonesia

Ikuti Kami:

© 2024